WAKAJATI SULTENG PIMPIN EKSPOSE PERMOHONAN PENGHENTIAN PENUNTUTAN LIMA PERKARA BERDASARKAN KEADILAN RESTORATIF
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Immanuel Rudy Pailang, S.H., M.H kembali memimpin ekspose permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) yang dilaksanakan secara virtual dengan Jajaran Jampidum Kejaksaan Agung dan diikuti oleh Aspidum dan jajaran bidang pidum kejati sulteng. Pada kesempatan tersebut, ekspose diajukan oleh dua satuan kerja, yakni Kejaksaan Negeri Toli-Toli serta Cabang Kejaksaan Negeri Poso di Tentena, dengan total lima perkara yang dievaluasi secara komprehensif.
Dari Kejaksaan Negeri Toli-Toli, ekspose diajukan atas perkara tindak pidana pencurian dengan Tersangka Ahmad Yudi, yang disangkakan melanggar Primair Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP dan Subsidiair Pasal 362 KUHP. Berdasarkan paparan, peristiwa bermula saat Tersangka pulang dari tempat kerja di bagang ikan, namun karena kondisi cuaca yang tidak mendukung, aktivitas kerja tidak dapat dilakukan. Dalam perjalanan pulang, Tersangka melintas di RSUD Mokopido dan muncul niat untuk mengambil barang yang dapat dijual guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, termasuk membayar tagihan hutang dan membeli kebutuhan pokok. Perbuatan tersebut dilakukan tanpa perencanaan dan dilatarbelakangi kondisi ekonomi Tersangka.
Sementara itu, dari Cabang Kejaksaan Negeri Poso di Tentena, disampaikan empat perkara yang saling berkaitan dan berasal dari satu rangkaian peristiwa sosial di Desa Lengkeka, Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso. Perkara-perkara tersebut pada prinsipnya berawal dari kesalahpahaman terkait pengambilan buah jambu air oleh seorang anak, yang kemudian berkembang menjadi konflik antarwarga hingga berujung pada tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama.
Perkara pertama melibatkan Tersangka Fatmaningsih Tobingki alias Ningsi yang disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP. Peristiwa bermula saat Tersangka mewakili permintaan maaf atas pengambilan jambu air, namun upaya tersebut ditolak. Ketegangan yang berlanjut memicu adu mulut dan berujung pada tindakan kekerasan terhadap saksi Yensilus Tolaki alias Luu.